Sabtu, 31 Maret 2012

Stupid LOVErs, 94 Scooter, n Friendship for Memorable Trip’ss



Ini catatan perjalanan istimewaku dalam rangka mengenang kawan-kawan Malang pada awal Akhir Bulan Juli 2009 
150 KM to Magetan

Ku awali pengalamanku kali ini, dengan menemukan dulu perpaduan antara kenekatan, kebodohan dan persahabatan yang dipicu oleh rasa cinta dan rindu yang tak tertahan ternyata melahirkan perpaduan sensasi petualangan yang tak terlupakan.

Hampir satu bulan sejak “masa laluku” Wisuda kami terpisah jarak sekitar 150 KM yang terbentang antara Malang hingga Magetan, tempat yang paling sering masuk TV karena kekeringan dan kecelakaan pesawat, akibat buruknya kualitas Alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan) negeri ini. Yang jelas akibat dari semua ini menyebabkan rindu yang tak tertahan, namun tak sampai membuatku kelaparan dan kehilangan berat badan.

Bersama dengan 4 rekan hebatku kali ini, Angga Kurniawan Unbelivable Boy dengan segudang prestasi dan kesibukannya, Gayatri Is Menik, seorang gadis penuh rasa ingin tahu dan obsesi pada pernikahan, karena tak ada lain yang lebih membuatnya tertarik selain membicarakan sebuah pernikahan bersama laki-laki tampan, rajin, religious yang untuk sementara ini diisi oleh seorang Angga. Ladito Risang, Another Vespaholic on English Class Version yang didampingi oleh sang belahan hati Dek Inung, gadis luarbiasa asal kota dingin Wonosobo yang mudah kehilangan akal sehat saat bersentuhan dengan impuls humor, dan semangat besarnya untuk berkembang. Selain itu, kali ini dengan segenap kenekatan dan kebodohanku kuajak Sabariman, Vespa tercinta berjenis PX 150 Exclusive buatan tahun 1994 yang sering menguji kesabaran dan tingkat keimananku, untuk menempuh perjalanan cinta bersama.

Perjalanan dimulai tanggal 28 Juli 2009 kurang lebih pukul 7 pagi….
Bersama kami berangkat dari Sengkaling (rumahku) menuju ke pemberhentian pertama di Alun-alun Kota Batu, persinggahan pertama tempat mengisi pundi-pundi lemak dalam perut kami. Tak ada yang istimewa disini kecuali sepiring nasi pecel dan dua orang guru muda, ramah yang banyak omong mengajak kami bercanda.

Perjalanan kami lanjutkan tepat pukul 8.00 WIB, 15 menit perjalanan diantara segarnya udara pagi dan hijaunya pohon sepanjang jalan di Payung Kota Batu, Sabariman mulai menjadi media penguji kesabaranku mesin vespa tercinta kehilangan traksi dan kurasakan gejala mogok seperti yang biasa terjadi. Positif ini adalah mogokku yang pertama dalam perjalanan ini. Belum beres mesin ini kami perbaiki, tanpa sengaja Dito menyenggol helm bogo kesayangan (ingat helm yang dipakai oleh Trio Warkop Dono, Kasino, Indro dalam film Chip Indonesia buatan tahun 70 an), yang saking sayangnya semalam sebelum perjalanan helm ini kupoles lebih dari 3 kali hingga tampak berair karena mengkilap, walhasil kaca helm terlepas karena penampangnya patah….. haha. Sial benar nasibku ini, tapi namanya juga Sabariman, aku percaya bahwa Tuhan tidak akan menguji melebihi batas kemampuan hambanya.

Hingga Kertosono, tak ada yang lebih menarik selain menertawakan kelakuan Sabariman yang mogok ditiap 5 menit perjalanan. Panas, vespa mogok dan debu yang disemprotkan oleh puluhan kendaraan besar yang melintas sempat juga membuat hati panas, terutama Menik, rona mukanya memerah menahan emosi melihat kelakuan Sabariman. Daripada berujung pada pertumpahan darah, maka kami putuskan untuk menyeret Sabariman menggunakan seutas Tali Rafia, atau kata orang sering menyebut rumput jepang, (yang membedakan antara sapi Indonesia dan jepang adalah pada makanannya, sapi Jepang bisa makan rumput Indonesia, sementara sapi kita tak biasa makan rumput jepang).

Khawatir pada kekuatan Tali raffia, kami menggantinya dengan seutas Tali tampar yang biasa dipakai mengikat sapi saat Iedul Kurban, memang dalam kondisi seperti ini tak ada bedanya vespaku dengan sapi kurban kecuali dua roda bundar sebagai ganti kaki, dan pengendara tambun yang menaikinya, siapa lagi kalau bukan aku.

5 kilometer sebelum masuk hutan Saradan, dan setelah kurang lebih satu jam diatas sepeda gandeng, kurasa Sabariman sudah cukup beristirahat, sekarang saatnya sang lebah bekerja (arti Vespa dalam bahasa Italia adalah lebah). Berkali-kali injak pedal stater, dan dengan hentakan mantap dari kaki Dito….. treng..teng…teng…teeng……

Mau dikata berat, memang berat perjalanan kali ini, tapi jujur ini adalah perjalanan paling menyenangkan yang pernah kurasakan setelah hampir setiap satu bulan sekali aku selalu kembali ke Magetan untuk berbagai alasan, terima kasih kawan-kawan.

Read more »

Yakin Tuhan, di Tanah Lot


Tanah Lot, pantai dengan deburan ombak yang bisa dibilang besar, karang dimana-mana dengan sebuah pure legendaris diatas karang besar, yang menyimpan pesona mistisnya seindah terpaan Sunrise di pagi hari.

Kuingat tiap kali aku ke Tanah Lot bersama dengan rombongan, maka pemandu wisata akan menyampaikan pesan mistis yang selalu jadi bumbu-bumbu wisata, seperti ketika kita mendengar perkabulan permohonan, saat kita membuang uang receh dibawah patung anak kecil buang air di Vienna. Maka Tanah Lot-pun punya cerita seperti itu, ketika kita membasuh muka dengan air suci yang ada di bawah karang pure, maka awet muda akan jadi milik kita ditambah lagi, apabila kita menyentuh ular belang suci yang juga ada di gua seberang karang, apalagi kalau bukan keinginan kita akan terkabul.

Belajar dari Bali, belajar dari Tanah Lot belajar dari keluarbiasaan alam semesta. Selama ini aku ragu, dengan air suci yang ada di Tanah Lot, beberapa orang memandang bagi seorang muslim sepertiku bersentuhan dengan hal-hal yang dimistiskan seperti itu, adalah bentuk syirik, dan syirik adalah kekurangajaran terbesar seorang muslim yang berani menuhankan selain tuhannya sendiri namun ada ketertarikan lain yang begitu besar mendorongku untuk mempertanyakan, sesuci, sesakti dan seajaib apakah air itu, hingga sekian juta penduduk Bali mengkramatkannya?.

Tanah Lot, pantai dengan deburan ombak yang bisa dibilang besar, karang dimana-mana dengan sebuah Pure legendaris diatas karang besar yang menyimpan pesona mistis seindah terpaan Sunrise di pagi hari.


Demi memenuhi pertanyaan yang kuyakin jika disimpan akan jadi biang penyakit ini, maka kuberanikan diri untuk membasuh muka bahkan meminum air suci yang dimaksudkan. Menakjubkan aku merasakan kesegaran luar biasa, walaupun untuk merasakannya aku harus membayar Rp.1000,- di kotak sumbangan, kurasakan seraup air tawar segar dan dingin. Luar biasa, seketika aku sadar dan bertanya untuk fenomena ini “Bagaimana air tawar yang sedemikian segar bisa mucul di karang yang ada di tengah laut?”. Ajaib…. Inilah jawaban paling sederhana untuk pertanyaanku.

Aku berpikir maka aku ada (Rene Descartes). Maka penerimaannku pada jawaban Ajaib, sama dengan ketiadaanku.

Kembali pada pertanyaanku, darimana air ini berasal. Inilah yang kupikir menjadi cikal-bakal kenapa air ini di ajaibkan oleh  masyarakat Bali. Aku terus berpikir untuk teka-teki ini, hingga kusadari dari kejauhan bahwa Pura dan air ini berada diatas dan dalam sebuah karang besar, yang saking besarnya hingga ditumbuhi lumut, pohon dan berbagai tumbuhan diatasnya. Aku melihat bahwa karang ini jelas lebih berongga dibanding  batu biasa, hingga dia dapat menyimpan air hujan maupun air laut yang kemudian menjadi tawar karena menguap atau terpolarisasi kedalam pori-pori karang, hingga tak heran jika karang ini bisa ditumbuhi pohon dan tumbuhan, bahkan mengeluarkan mata air tawar dibawahnya.

Itu analisaku yang pertama, analisaku yang kedua lokasi karang dengan daratan di sekitar Tanah Lot tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 Meter, saat sedang surut. Maka jika memang ada sungai bawah tanah (artesis) yang berujung ke karang besar, maka keluarnyapun akan tetap tawar, karena tidak sempat tercampur dengan air laut yang asin.

Ahaa….. bagaikan seorang miskin yang baru diberitahu kalau ia menang lotre, tanpa sadar aku bersorak kegirangan. Karena pertanyaanku pada rahasia keajaiban air telah terjawab. Dan lebih lengkap lagi tujuanku ke Bali tercapai.

Oke, kujelaskan logikanya. Bayangkan sebuah suku, yang tidak mengenal penyakit dan obat-obatan, tinggal di dekat hutan, kemudian salah seorang anggota suku pergi kehutan dan kembali dalam kondisi demam, bentol-bentol merah, dan menggigil. Bayangkan apa yang akan dipikirkan oleh orang-orang sukunya, selain menyatakan bahwa ini adalah hasil kutukan dewa hutan.

Logika seperti ini, menjelaskan padaku bahwa manusia menemukan atau percaya Tuhan (sesuatu yang Gaib/Sakti), ketika ia sedang menghadapi rahasia alam yang tak mampu dilogika, seperti air suci di Tanah Lot Bali.

Dengan hati puas, kujelaskan temuanku ini pada ketiga temanku, dengan gaya seorang dosen yang sedang memimpin kuliah lapang dalam mata kuliah “Korelasi antara Tuhan dan Liburan Ke Bali”, dalam bab kenapa manusia harus percaya Tuhan? dengan catatan penting bahwa Tuhan  memang ada.... kenapa? sederhana saja emang ada yang bisa memastikan rahasia alam akan terungkap?. 


Read more »

Agni Istighfar Paribrata

brata agni

Berawal dari aku, seorang pemuda biasa dari Kota Pegunungan yang tidak lebih dingin dari Bandung di sebelah timur pulau Jawa. Namaku seperti tersebut dibawah judul, Agni Istighfar Paribrata, sebuah nama yang diharapkan mengilhami kehidupanku untuk sering memaafkan, karena arti namaku adalah kaya ampunan. Mulia benar cita-cita kedua orangtuaku  yang tetap berpegang teguh pada dasar filosofis sebuah nama sebagai doa. Saat ini umurku sudah lebih dari 20 tahun dan nama ini telah mengilhamiku untuk banyak-banyak meminta maaf. Karena banyaknya kesalahan yang sudah kulakukan, nampaknya sedikit banyak yang terjadi adalah nama makan tuan.

Read more »