Ini catatan perjalanan istimewaku dalam rangka mengenang kawan-kawan Malang pada awal Akhir Bulan Juli 2009
150 KM to Magetan
Ku awali pengalamanku kali ini, dengan menemukan dulu perpaduan antara kenekatan, kebodohan dan persahabatan yang dipicu oleh rasa cinta dan rindu yang tak tertahan ternyata melahirkan perpaduan sensasi petualangan yang tak terlupakan.
Hampir satu bulan sejak “masa laluku” Wisuda kami terpisah jarak sekitar 150 KM yang terbentang antara Malang hingga Magetan, tempat yang paling sering masuk TV karena kekeringan dan kecelakaan pesawat, akibat buruknya kualitas Alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan) negeri ini. Yang jelas akibat dari semua ini menyebabkan rindu yang tak tertahan, namun tak sampai membuatku kelaparan dan kehilangan berat badan.
Bersama dengan 4 rekan hebatku kali ini, Angga Kurniawan Unbelivable Boy dengan segudang prestasi dan kesibukannya, Gayatri Is Menik, seorang gadis penuh rasa ingin tahu dan obsesi pada pernikahan, karena tak ada lain yang lebih membuatnya tertarik selain membicarakan sebuah pernikahan bersama laki-laki tampan, rajin, religious yang untuk sementara ini diisi oleh seorang Angga. Ladito Risang, Another Vespaholic on English Class Version yang didampingi oleh sang belahan hati Dek Inung, gadis luarbiasa asal kota dingin Wonosobo yang mudah kehilangan akal sehat saat bersentuhan dengan impuls humor, dan semangat besarnya untuk berkembang. Selain itu, kali ini dengan segenap kenekatan dan kebodohanku kuajak Sabariman, Vespa tercinta berjenis PX 150 Exclusive buatan tahun 1994 yang sering menguji kesabaran dan tingkat keimananku, untuk menempuh perjalanan cinta bersama.
Perjalanan dimulai tanggal 28 Juli 2009 kurang lebih pukul 7 pagi….
Bersama kami berangkat dari Sengkaling (rumahku) menuju ke pemberhentian pertama di Alun-alun Kota Batu, persinggahan pertama tempat mengisi pundi-pundi lemak dalam perut kami. Tak ada yang istimewa disini kecuali sepiring nasi pecel dan dua orang guru muda, ramah yang banyak omong mengajak kami bercanda.
Perjalanan kami lanjutkan tepat pukul 8.00 WIB, 15 menit perjalanan diantara segarnya udara pagi dan hijaunya pohon sepanjang jalan di Payung Kota Batu, Sabariman mulai menjadi media penguji kesabaranku mesin vespa tercinta kehilangan traksi dan kurasakan gejala mogok seperti yang biasa terjadi. Positif ini adalah mogokku yang pertama dalam perjalanan ini. Belum beres mesin ini kami perbaiki, tanpa sengaja Dito menyenggol helm bogo kesayangan (ingat helm yang dipakai oleh Trio Warkop Dono, Kasino, Indro dalam film Chip Indonesia buatan tahun 70 an), yang saking sayangnya semalam sebelum perjalanan helm ini kupoles lebih dari 3 kali hingga tampak berair karena mengkilap, walhasil kaca helm terlepas karena penampangnya patah….. haha. Sial benar nasibku ini, tapi namanya juga Sabariman, aku percaya bahwa Tuhan tidak akan menguji melebihi batas kemampuan hambanya.
Hingga Kertosono, tak ada yang lebih menarik selain menertawakan kelakuan Sabariman yang mogok ditiap 5 menit perjalanan. Panas, vespa mogok dan debu yang disemprotkan oleh puluhan kendaraan besar yang melintas sempat juga membuat hati panas, terutama Menik, rona mukanya memerah menahan emosi melihat kelakuan Sabariman. Daripada berujung pada pertumpahan darah, maka kami putuskan untuk menyeret Sabariman menggunakan seutas Tali Rafia, atau kata orang sering menyebut rumput jepang, (yang membedakan antara sapi Indonesia dan jepang adalah pada makanannya, sapi Jepang bisa makan rumput Indonesia, sementara sapi kita tak biasa makan rumput jepang).
Khawatir pada kekuatan Tali raffia, kami menggantinya dengan seutas Tali tampar yang biasa dipakai mengikat sapi saat Iedul Kurban, memang dalam kondisi seperti ini tak ada bedanya vespaku dengan sapi kurban kecuali dua roda bundar sebagai ganti kaki, dan pengendara tambun yang menaikinya, siapa lagi kalau bukan aku.
5 kilometer sebelum masuk hutan Saradan, dan setelah kurang lebih satu jam diatas sepeda gandeng, kurasa Sabariman sudah cukup beristirahat, sekarang saatnya sang lebah bekerja (arti Vespa dalam bahasa Italia adalah lebah). Berkali-kali injak pedal stater, dan dengan hentakan mantap dari kaki Dito….. treng..teng…teng…teeng……
Mau dikata berat, memang berat perjalanan kali ini, tapi jujur ini adalah perjalanan paling menyenangkan yang pernah kurasakan setelah hampir setiap satu bulan sekali aku selalu kembali ke Magetan untuk berbagai alasan, terima kasih kawan-kawan.